Tubaba (TRANS)- Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat tahun 2023 dalam menghibahkan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah senilai Rp 1,7 Milyar untuk rehabilitasi masjid Kejaksaan Tinggi Provinsi Lampung, dinilai tak selaras hukum keadilan serta disinyalir berpotensi gratifikasi.

Sekilas rencana ini pasti bertujuan baik, apalagi demi kepentingan maupun manfaat orang banyak, terkhusus umat muslim untuk beribadah setiap harinya.

Tidak salah para pemangku kebijakan jika merealisasikan anggaran yang bernilai milyaran itu pada proyek yang akan berlangsung tahun depan ini.

Apalagi menurut Zaidirina, Penjabat (Pj) Bupati Tubaba proses yang telah ditempuh sejuah ini sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang ada.

Seperti yang diutarakannya pada wartawan saat diwawancarai baru-baru ini, Zaidirina mengatakan pihaknya telah mengevaluasi dan mempertimbangkan kebijakan untuk realisasi anggaran tersebut, sehingga menurut mereka layak untuk ditindaklanjuti.

“Semua pihak bisa memanfaatkan APBD, semua itu sudah ada aturannya tidak masalah. Yakan ada pemohonan, dan hasil dari panitia anggaran itu layak kita bantu, maka kita bantu karena tidak dianggarkan di APBN sedangkan masjid itu perlu,” ungkap Zaidirina.

Selain itu masih kata bawahan Arinal Djunaidi, Pemkab Tubaba menghibahkan dana rehab tersebut berdasarkan permohonan Kejati Lampung, karena mereka tidak mendapat anggaran dari APBD Provinsi maupun APBN.

“Kebetulan kita ada kesempatan, profosal masuk ya kita bantu. Yanamanya kita bantu masjid, jadi manfaatnya bagi kita (Tubaba), sudah membantu pembangunan masjid, karena kita membantu masjid berarti kita mengharapkan adanya kebaikan, mempermudah untuk beribadah,” kata dia.

Lantaran dinilai telah sesuai aturan, akhirnya Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) telah menggelar proses lelang proyek tersebut pada Jum’at, 25 November lalu.

Hasilnya, tender lelang proyek kontruksi itu dimenangkan Cv Manunggal Sulton Raya yang berasal dari Lampung Utara dengan pagu anggaran Rp 1.749.554.833.98.

Anehnya lagi, Budi Darma Kepala BPBJ mengaku tidak mengetahui apa landasan Pemkab Tubaba mengakomodir usulan Kejati tersebut. Sehingga dirinya seakan buang badan terkait apa landasan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) menggelontarkan anggaran itu ke luar daerah setempat.

“Kalo alasannya apa ya?, saya rasa mending tanya saja ke OPD-nya langsung karena itu anggarannya Dinas PUPR mereka yang punya pertimbangan,” ujar Budi.

Menariknya lagi pantauan wartawan dilapangan, ternyata masih banyak kantor-kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang masih layak dilakukan rehabilitasi, bahkan sejumlah kantor diantaranya masih belum definitif alias menyewa.

Yang lebih unik, beberapa masjid yang berada di Kabupaten berjuluk Ragem Sai Mangi Waway itu sendiri nyatanya hanya mendapat total bantuan senilai Rp40 juta yang terbagi untuk lima masjid, perbandingan yang cukup signifikan pastinya yakan?.

Lantaran perihal itulah, terjadi polemik akan kebijakan yang telah diambil para pemangku jabatan ini. Seperti yang diutarakan Ahmad Basri, Ketua Kajian Kritis Kebijakan Publik Pembangunan (K3PP) pada wartawan Kamis, 22 Desember, 2022.

Menurut dia, Kejati iyalah lembaga hukum yang tugasnya mengawasi jalannya pemerintahan pembangunan. Sehingga dengan terealisasinya hibah tersebut dapat berpotensi terjadinya gratifikasi.

“Seharusnya hibah tersebut tidak diberikan dan Kejati harus menolak. Itu dapat merusak tatanan moral dalam penegakan hukum terjadi kepentingan pada akhirnya, karena Kejati itu yudikatif penegak hukum sedangkan Pemkab Tubaba iyalah eksekutif. Saya harap Kejati introfeksi diri untuk tidak menerima hibah tersebut, karena bisa sama sekali tidak memberikan semangat terhadap penegakan hukum,” tegas Ahmad Basri yang diketahui juga sebagai aktifis.

Bahkan, menurutnya jika anggaran Rp1,7 Milyard tersebut dikucurkan untuk pembangunan di Tubaba maka akan lebih berdampak pada ekonomi masyarakat. Oleh sebab itulah dia menilai kebijakan Pj Bupati tidak selaras dengan moralitas hukum keadilan.

“Harus dipahami ada etika moral hukum keadilan yang diabaikan oleh Pemkab Tubaba khususnya Pj Bupati terhadap hibah itu. Bagi saya hibah ini bukan semata-mata sesuai dengan Undang-undang, tapi tidak sesuai dengan semangat moralitas hukum keadilan. Dalam satu sisi jika melihat ekonomi sosial masyarakat di Tubaba alangkah banyaknya anggaran itu dapat dipergunakan,” tandas Ahmad Basri yang kerap disapa Abas ini.(Fathul)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: