Lampung Selatan.
Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Rejomulyo Kecamatan Tanjung Bintang, melakukan pungutan kepada murid di sekolah setempat.

Sejumlah pungutan yang dilakukan oleh Oknum Kepala Sekolah (Kepsek) Dra. Sainah. M.MPd, mulai dari pembelian buku LKS pada tahun 2019 Rp. 100 ribu per semester per murid dari kelas 7 hingga kelas 9 sekitar 400 murid, pungutan biaya seragam murid kelas 7 pada PPDB tahun 2020 diharuskan membayar Rp.660 ribu per murid dengan alasan untuk 4 (empat) jenis pakaian seragam seperti, biru putih, Pramuka, batik dan pakaian olah raga sebelumnya tanpa musyawarah dengan wali murid dan pungutan kepada murid kelas 7 pada November 2020 untuk membayar buku dan sampul raport sebesar Rp. 75 ribu per murid dari140 jumlah murid kelas 7 tanpa musyawarah dengan wali murid.

Salah satu walimurid di sekolah setempat menjelaskan kepada Media ini, pada penerimaan murid baru (PPDB) tahun 2020, anaknya diharuskan membayar uang sebesar Rp. 660 ribu alasan pihak sekolah untuk biaya pakaian seragam murid baru sebanyak 4 (empat) jenis pakaian seragam. Namun, hingga saat ini pakaian seragam murid disekolah itu belum semuanya direalisasikan pada murid, sementara murid sudah membayar tunai kepada bendahara sekolah.

“Pada saat pendaftaran ulang, itu semua murid PPDB diharuskan membayar lunas Rp.660 kepada bendahara untuk membeli saragam sekolah, katanya sebanyak 4 (empat) stel seragam sekolah itupun tanpa rapat komite, kalau ibu kepsek mengatakan itu kehendak kami wali murid, itu tidak lah benar, dan yang berhubungan dengan tukang jahit, itu juga pihak sekolah atau kepseknya. Anak kami loh waktu itu pendaftaran lalu selang beberapa hari pengumuman, pada hari pengumuman murid yang diterima, hari itu juga di umumkan kalau murid yang diterima diberi waktu 1 Minggu untuk membayar Rp. 660 ribu untuk beli pakaian, seminggu kemudian pada saat saya menyerahkan uang Rp.660 ribu, dihari itu anak saya langsung diukur oleh tukang jahit. Jadi kalau kepsek bilang masalah pakaian seragam itu kami wali murid yang meminta sekolah mengkordinir itu tidak benar, kami loh gak kenal dengan tukang jahitnya, gimana kami mau rundingan harga, lucu itu, gak benar itu, ” bebernya sambil minta identitasnya dirahasiakan.

Padahal, sambungnya, jenis seragam putih biru dan Pramuka itu sebenarnya bisa di beli sendiri oleh wali murid kerena di pasar atau di toko pakaian itu banyak yang menjual, tapi dikarenakan ini menjadi keputusan sekolah, dikordinir pihak sekolah, akhirnya wali murid harus mengikutinya.

“Sebenarnya pihak sekolah bisa saja membebaskan kami wali murid untuk membeli sendiri pakaian seragam murid dikarekan jenis pakaian seragam seperti putih biru dan Pramuka itu sangat mudah untuk didapatkan di pasaran.
Kalau untuk seragam batik dan seragam olah raga, bisa jadi di kordinir oleh pihak sekolah dikarenakan warna dan corak batiknya harus seragam. Dari harga per stel pakaian pun sangat jauh berbeda dengan harga di pasar, kalau kita beli di pasar mungkin untuk satu stell pakaian putih biru dan Pramuka itu bisa Rp. 150 ribu per stelnya, sementara di sekolah Rp. 660 untuk 4 (empat) stel seragam, selisihnya banyak kan, ” urainya dengan mimik pasrah.

Masih kata dia, di bulan Nofember 2020 kemarin, pihak sekolah mengumumkan kepada murid kelas 7 untuk mengumpulkan uang sebesar Rp. 75 ribu setiap murid untuk membayar buku dan sampul raport itu pun tidak dirapatkan oleh komite sekolah. Padahal, infonya kalau buku raport dan sampul raport itu sudah di anggarkan pada dana BOS tapi pada kenyataannya di SMPN 3 Rejomulyo, buku dan sampul Raport dibebankan pada murid.

“kami wali murid tidak pernah meminta pihak sekolah agar pihak sekolah saja yang mengadakan atau membeli sampul raport anak kami, dengan alasan susah untuk mencarinya dipasaran, lah kami saja sebagai walimurid mengetahui langsung dari guru (pihak sekolah) kalau anak kami disuruh mengumpulkan uang Rp. 75 ribu untuk membayar sampul raport, gak bener itu, ” kata dia.

Dia menambahkan, pada tahun 2019 anak tetangganya yang sekarang duduk di kelas 8 sekolah setempat, diwajibkan membeli buku LKS untuk 10 mata pelajaran dalam 1 semester Sebasar Rp. 100 ribu.

“Kalau tahun ini (2020.red) anak saya belum disuruh membeli buku LKS, mungkin masih suasana Covid-19 dan murid sekarang kan tidak masuk sekolah, kalau tahun kemarin (2019.red), itu anak tetangga saya yang sekarang duduk di kelas 8 diharuskan membeli buku LKS, ya belinya di sekolah mas, bayarnya juga sama gurunya, ” imbuhnya.

Sementara, kepala sekolah SMP Negeri 3 Tanjung bintang, Dra. Sainah. M.MPd, saat dihubungi melalui telepon selulernya membenarkan adanya pungutan tersebut. “pungutan itu kan jelas peruntukannya Bang, “tegas Sainah(21/12/20).

Menyikapi adanya dugaan Pungli di SMP Negeri 3 Tanjung Bintang, salah satu Anggota LSM TOPAN RI Propinsi Lampung, Julio, mengatakan, pihaknya telah memiliki data full Baket dari Tim Observasi dan investigasi di lapangan. Terkait permasalahan ini, menurutnya, LSM TOPAN RI segera akan membuat laporan secara resmi kepada TIM Saber Pungli.

“pungutan itu bertentangan dengan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No:51 tahun 2018 pasal 33 huruf a dan b dan Permendikbud No 44 Tahun 2019 pasal 21 ayat 3 huruf a dan b yang mana Sekolah yang di selenggarakan oleh Pemerintah tidak boleh,(a)Tidak boleh melakukan Pungutan dan atau Sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun Perpindahan Peserta Didik.(b) melakukan Pungutan Untuk membeli Seragam atau buku tertentu yang berkaitan dengan PPDB, “katanya.

Masih menurut Julio, berbagai macam bentuk bantuan oleh pemerintah untuk meringankan beban rakyatnya tetapi pihak sekolah seakan tidak mau tahu dengan ke adaan ini.

“Gubernur Lampung saja dengan tegas mengatakan, di masa Darurat penyebaran Covid 19 sekolah tidak boleh melakukan pungutan apa pun, itu haram hukumnya, ” jelas Julio menirukan bahasa tegas Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.

Julio menambahkan. “Secepatnya kita akan melayangkan surat secara resmi kepada Tim Saber Pungli, “pungkasnya (Amuri)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: