Lampung Selatan-Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) milik Unit Pelaksana Kerja (UPK) Kecamatan Tanjung dari  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sejak 2015 Rp3,6 miliar berikut bunganya selama 7 tahun raib. Namun, kondisi keuangan UPK mulai terkuak.

Seperti di lansir dari bongkarpost, Manager UPK, Agus, juga mengklaim modal tambah hasil bunga SPP sejak tahun 2015 hngga 2021 sekitar Rp3 miliar, sementara bunga pinjaman perbulan 1,4 %. Entah mana yang benar.   

Agus mengatakan kalau SPP UPK Tanjung Bintang bangkrut itu dikarenakan adanya kelompok fiktif yang menggunakan dana SPP- UPK yang hingga kini modal dan bunga pinjaman tidak di kembalikan ke UPK Tanjung Bintang. Kelompok SPP fiktif itu diduga ada unsur kesengajaan dari sekelompok orang yang mempunyai kepentingan menggunakan dana SPP untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat kelompok SPP agar bisa mengajukan kridit SPP di UPK. Padahal, kelompok itu sebenarnya tidak memiliki anggota SPP.

Selain itu, dia melanjutkan ada juga ketua kelompok Nakal, kriteria Ketua kelompok Nakal ini adalah kelompok yang benar-benar memiliki anggota SPP,  tetapi ketika anggota kelompok itu membayar cicilan kridit SPP oleh ketua kelompok tidak disetorkan ke UPK. Keberadaan kelompok Fiktif dan ketua kelompok nakal ini sangat berpengaruh kepada keuangan SPP- UPK, sehingga modal serta keuntungan SPP- UPK selama 7 tahun saat ini mencapai miliaran tidak bisa dikembangkan karena keberadaan dana SPP itu ada di Nasabah Kelompok SPP.

Menurut Agus, SPP pada UPK itu melalui kelompok. Dalam Kelompok itu ada pengurus sebagai ketua kelompok.

“Pengajuan kredit pada UPK di perkuat oleh Rekomendasi Kepala Desa yang menyatakan kebenaran kebaradaan Kelompok SPP tersebut,” katanya.

Menurut dia, ketika berkas sampai di UPK maka UPK mempelajari berkas permohonan kredit tersebut, itu pun UPK tidak memiliki wewenang untuk merealisasikan pinjaman kepada kelompok sebelum ada persetujuan dari Ketua Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD) Dasman. Dikarenakan BKAD sebagai penanggung jawab UPK sementara UPK hanya sebagai pengelola Simpan Pinjam Perempuan (SPP).

“Itu mekanisme sistem pengajuan kredit  dari kelompok SPP ke UPK, kridit SPP ini hanya diperuntukan kepada kelompok-kelompok SPP yang ada di Desa-desa di Kecamatan Tanjung Bintang, “beber Agus .

Ketika pengajuan pinjaman kridit oleh kelompok SPP di setujui oleh Ketua BKAD, kata dia, maka UPK sebagai pengelola SPP hanya tinggal merealisasikan ke Kelompok SPP.

“Nah ini, peran BKAD sangat besar terealisasinya pinjaman Kelompok Fiktif itu, terutama peran Kepala Desa tempat domisili Kelompok Fiktif itu, karena tanpa rekomendasi Kades yang bersangkutan itu kelompok SPP tidak bisa mengajukan pinjaman ke UPK. Selain itu, Kades lebih mengetahui keberadaan kelompok itu benar -benar ada atau hanya kelompok Fiktif, ” tegasnya.

” Ini kan sama saja kami UPK diakali, sementara pengajuan kelompok itu berdasarkan Rekomendasi Kepala Desa yang juga anggota BKAD,  UPK ini kan milik semua Desa, berarti Kades pun seharusnya sangat hati-hati dengan tidak sebegitu mudahnya memberi rekomendasi. Karena yang lebih mengetahui ada atau tidaknya kelompok SPP itu, ya Kades yang bersangkutan, “sambung Agus.

Selain itu, kata Agus, pada saat pencairan, kelompok Fiktif itu membawa anggota kelompoknya, lalu UPK mencairkan sesuai dengan nominal pengajuan masing-masing anggota dan anggota kelompok pun semua tanda tangan.

“Ternyata dibelakang,  uang itu di manfaatkan oleh seseorang yang mempunyai kepentingan, ini kan sama saja ngakali kami pengurus UPK, “ujarnya.

Agus juga mengklaim jika tidak semua kelompok SPP di Desa se-Kecamaan Tanjung Bintang ada kelompok Fiktif dan Ketua Kelompok Nakal, bahkan ada kelampok yang benar-benar melaksanakan kewajibannya sebagai Nasabah SPP di UPK.

“Yang ada saat ini memang tidak semuanya di Desa ada kelompok nakal dan Fiktif seperti itu. Perbandingannya untuk sementara ini sekitar 40 berbanding 60 %, dalam arti 40 % itu kelompok yang benar-bebar ada dan setoran berjalan, dan yang 60 % itu kelompok Fiktip  dan Ketua Kelompok Nakal sebagian besar pinjamanya susah ditarik, ya kelompok seperti itu, yang terbesar di Desa Srikaton, ada juga di Desa Budi Lestari, “Ungkapnya.

Agus juga mengaku sudah sering menyampaikan kepada Ketua BKAD agar bertindak tegas kepada nasabah kelompok fiktif itu melalui Kepala Desa masing-masing. (amuri)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: